PT Surabaya Industrial Estate Rungkut (SIER) berkolaborasi dengan Perum Jasa Tirta I (PJT I) dan Tunas Hijau Indonesia menebar 10.000 ekor ikan Grass Carp di Sungai Jagir, Surabaya. Aksi ini merupakan bagian dari upaya menjaga ekosistem sungai sekaligus mengendalikan pertumbuhan eceng gondok.
Kepala Departemen Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) dan Keberlanjutan PT SIER, Puspita Ernawati, menjelaskan bahwa kegiatan ini bukan hanya sekadar aksi nyata, tetapi juga investasi jangka panjang. “Dengan melibatkan pelajar, kami menanamkan nilai-nilai konservasi sejak dini,” katanya dalam keterangan tertulis yang diterima di Surabaya, Senin (18/8).
Aksi yang melibatkan ratusan pelajar, masyarakat, dan berbagai instansi ini digelar dalam rangka memperingati Hari Konservasi Alam Nasional yang jatuh pada 10 Agustus. Pemilihan ikan Grass Carp dilakukan karena jenis ikan ini dikenal efektif memakan gulma air, sehingga mampu mengendalikan pertumbuhan eceng gondok yang sering mengganggu aliran sungai.
Kepala Divisi Sekretaris Perusahaan PT SIER, Jefri Ikhwan Maarif, menekankan pentingnya kolaborasi berbagai pihak untuk menjaga sungai yang merupakan sumber kehidupan. Menurutnya, sungai sangat rentan terhadap kerusakan akibat ulah manusia. Ia juga menambahkan, peringatan Hari Konservasi Alam Nasional harus dimaknai sebagai momentum untuk mengingatkan kembali pentingnya menjaga ekosistem darat maupun perairan.
”Apa yang kami lakukan di Sungai Jagir ini adalah wujud nyata. Edukasi pelajar, penebaran ikan, pengolahan sampah, hingga bersih-bersih bantaran sungai menunjukkan komitmen bersama untuk menjaga kelestarian alam,” ujar Jefri.
Presiden Tunas Hijau Indonesia, Mochamad Zamroni, menambahkan bahwa Sungai Jagir—atau yang juga dikenal sebagai Sungai Wonokromo—memiliki peran vital dalam pengendalian banjir dan pemenuhan kebutuhan air baku di Surabaya. Pihaknya berharap sungai ini bisa menjadi laboratorium terbuka bagi para pelajar untuk belajar tentang ekologi, sampah, dan konservasi. Dengan begitu, kesadaran menjaga sungai bisa menjadi budaya, bukan hanya wacana